Model
teori penelitian agama islam
Model Penelitian Tafsir
Makalah ini diajukan untuk memenuhi
tugas mata Kuliah Metodologi Studi Islam (MSI) pada jurusan Ahwal Syakhsiyah-B
semester III
D
i
s
u
s
u
n
Oleh:
Rudi Sofyan / 210909171
Sofyan Dongoran / 210909172
Pembanding :
Wilda Lestari / 210909180
Dosen Pembimbing :
Fuji Rahmadi, MA
Faisal Hamdani, MA
JURUSAN AHWAL SYAKHSIYAH
FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
MEDAN
2010
KATA PENGANTAR
Kami mengucapkan puji dan syukur kepada Allah SWT. Yang telah memberikan rahmat, taufik dan
hidayahnya sehingga kami dapat menyelasaikan makalah ini. Yang berjudul "
Model Penelitian Tafsir”.
Kami menyadari bahwa makalah ini
masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, kepada para pembaca dan
pakar dimohon kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan
makalah ini.
Demikianlah, semoga bermanfaat.
Medan, November
2010
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar........................................................................................ 2
Daftar Isi................................................................................................. 3
BAB I...................................................................................................... 4
PENDAHULUAN................................................................................. 4
A. Latar Belakang............................................................................... 4
B. Rumusan Masalah........................................................................... 5
BAB II.................................................................................................... 6
PEMBAHASAN.................................................................................... 6
A. Pengertian Tafsir............................................................................ 6
B. Periodesasi
Pertumbuhan dan Perkembangan Tafsir...................... 10
C. Model – model
Penelitian Tafsir.................................................... 12
BAB III................................................................................................... 17
PENUTUP.............................................................................................. 17
A. Kesimpulan..................................................................................... 17
B. Analisis........................................................................................... 17
Daftar Pustaka......................................................................................... 18
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Mempelajari ilmu tafsir berarti mempelajari
ilmu yang paling mulia karena korelasinya yang sangat erat dengan kitab yang
paling mulia dan yang paling agung, yaitu Alquran, suatu kitab yang sengaja
diturunkan oleh Allah swt. sebagai cahaya, penerang, dan rahmat bagi seluruh
penduduk bumi. Karena itu, Allah menjaganya dari berbagai bentuk penyimpangan,
perubahan dan pergantian, sebagaimana dinyatakan dalam Alquran, “Sesungguhnya
Kami-lah yang menurunkan Alquran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.”
(QS. Al-Hijr: 9).[1]
Dilihat dari segi usianya, penafsiran Al-Qur’an
termasuk yang paling tua dibandingkan dengan kegiatan ilmiah lainnya dalam
islam. Pada saat Al-Qur’an diturunkan lima belas abad yang lalu, Rasulullah
SAW. Yang berfungsi sebagai mubayyin
(pemberi penjelasan). Telah menjelaskan arti dan kandungan Al-Qur’an kepada
sahabat-sahabatnya, khususnya menyangkut ayat-ayat yang tidak dipahami atau
sama artinya. Keadaaan ini berlangsung sampai dengan wafatnya Rasulullah,
sebagai akibat dari tidak samapainya riwayat-riwayat tentangnya atau karena
memang Rasulullah SAW sendiri tidak menjelaskan kandungan Al-Qur’an.[2]
B.
RUMUSAN
MASALAH
1.
Pengertian
Tafsir
2.
Periodesasi
Pertumbuhan dan Perkembangan Tafsir
3.
Model-model
Penelitian Tafsir
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGRTIAN
TAFSIR DAN FUNGSINYA
Dalam kamus
bahasa Indonesia, tafsir berarti penjelasan terhadap suatu kalimat (eksplanasi
dan klasifikasi) yang juga mengandung penertian penyingkapan, penunjukan dan
keterangan dari maksud satu ucapan satu kalimat.[3]
Banyak ulama
yang mendefenisikan tafsir menurut
istilah, diantaranya yaitu:
1)
Menjeasakan
kalam Allah, dengan kata lain berfungsi sebagai penjelas bagi lafaz-lafaz
Qur’an dan maksud-maksudnya.
2)
Mengungakpakan
makna-makna Al-Qur’an dan menjelaskan maksudnya.
Menurut Imam Ghazali, ilmu tafsir merupakan bagian pokok ilmu-ilmu
syariah, sebab ia sangat behubungan erat dengan Al-Qur’an yang merupakan sumber
pertama dari beberapa sumber hukum Islam.[4]
Kata tafsir merupakan kata serapan dari bahasa Arab tafsir, yang
secara bahasa diartikan sebagai pengungakapan sesuatu (agar dimengerti
maksudnya), penejelasan dan keterangannya. Dalam Al-Qur’an, kata ini hanya
disebut satu kali, yaitu sebagai berikut:[5]
wr 7Rq @J w 7»Y¥ ,9
`r
ÇÌÌÈ
Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu
yang ganjil, melainkan kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang paling
baik penjelasannya (QS. Al-Furqan:33).
Maksudnya: setiap kali mereka datang kepada nabi Muhammad s.a.w membawa
suatu hal yang aneh berupa usul dan kecaman, Allah menolaknya dengan suatu yang
benar dan nyata.
Adapula yang mengatakan bahwa tafsir berasal dari kata tafsirah,
yang artinya alat yang dipergunakan dokter untuk mengetahui penyakit
pasiennya. Pendapat yang sedemikian ini didasarkan pada adanya kessamaan fungsi
dari keduanya. Kalau tafsirah merupakan alat untuk mengetahui penyakit
yang diderita pasien, maka tafsir adalah sarana untuk mengetahui makna sesuatu,
khususnya makna Al-Qur’an.[6]
Dalam kaitan studi tafsir, dapat diperjelas
dengan pengertian: suatu cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk
mencapai pemahaman yang benar tentang apa yang dimaksudkan Allah di dalam
ayat-ayat Al-Qur’an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Sehingga
pengertian dari metodologi tafsir adalah pembahasan ilmiah tentang
metode-metode penafsiran Al-Qur’an.
B.
PERIODESASI
PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN TAFSIR
Menurut
hasil penelitian Quraish Shihab, jika tafsir dilihat dari segi penulisannya
(kodifikasi), perkembangan tafsir dapat dibagi ke dalam tiga periode.
Periode pertama, yaitu masa
Rasulullah, sahabat dan permulaan tabi'in, dimana tafsir belum tertulis dan
secara umum periwayatan ketika itu tersebar secar lisan. Periode kedua,
bermula dengan kodifikasi hadis secara resmi pada masa pemerintahan 'Umar bin
Abdul 'Azis (99-101 I-1.) dimana tafsir ketika itu, ditulis bergabung dengan
penulisan hadis, dan dihimpun dalam satu bab seperti bab-bab hadist walaupun
tentunya penafsiranya nf;climlisitu umumny adalah'I'afsirbial-Ma'tsur. Periode
ketiga, dimulai dengan penyusunan kitab-kitab tafsir secara khusus dan
berdiri sendiri. Periodesasi tersebut masih dapat ditambahkan lagi dengan
periode keempat, yaitu periode munculnya para peneliti tafsir yang membukukan
hasil penelitiannya itu, sehingga dapat membantu masyarakat mengenal
karya-karya
tafsir yang ditulis oleh ulama pada
periode sebelumnya dengan mudah.
Berdasarkan
hasil penelitiannya. Quraish Shihab mengatakan bahwa corak-corak penafsiran
yang dikenal selama ini antara lain:
(a) Corak Sastra Babasa,
yang timbul akibat kelemahan-kelemahan orang Arab sendiri di bidang sastra,
sehingga dirasakan kebutuhan untuk menjelaskan kepada mereka tentang
keistimewaan dan kedalaman arti kandungan Alquran di bdang ini.
(b) Corak Filsafat dan
Teologi, akibat penerjemahan kitab filsafat yang mempengaruhi beberapa pihak,
serta akibat masuknya penganut agama-agama lain ke dalam Islam yang dengan
sadar atau tidak masih meyakini beberapa hal dari kepercayaan lama mereka. Kesemuanya menimbulkan pendapat setuju atau
tidak setuju yang tercermin dalam penafsiran mereka.
(c) Corak Penafsiran Ilmiah,
akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan usaha penafsir. Untuk memahami ayat-ayat
Alquran sejalan dengan pakembangan ilmu.
(d) Corak Fiqih atau Hukum,
akibat berkernbangnya ilmu fiqih, dan terbentuknya mazhab-mazhab fiqih, yang
setiap golongan . berusaha membuktikan kebenaran pendapatnya berdasarkan
penafsiran-penafsiran mereka terhadap ayat-ayat hukum.
(e) Corak Tasawuf, akibat timbulnya gerakan-gerakan sufi sebagai
reaksi terhadap kecenderungan berbagai pihak terhadap matode atau sebagai
kompetensi terhadap kelemahan yang dirasakan.
(f) Bermula pada masa
Syaikh Muhammad 'Abduh (18491905 M), corak-corak: tersebut mulai berkembang
dan perhatian lebih banyak tertuju kepaaa corak sastra budaya kemasyarakatan.
Yakni satu corak tafsir yang menjelaskan petunjuk-petunjuk ayat-ayat Alquran
yang berkaitan langsung dengan kehidupan masyarakat, serta usaha-usaha untuk
menanggulangi penyakit-penyakit atau masalah-masalah mereka berdasarkan
petunjuk ayat-ayat, dengan mengemukakan petunjuk-petunjuk tersebut dalam bahasa
yang mudah dimengerti tapi indah didengar.
C.
MODEL
– MODEL PENELITIAN TAFSIR
“Model”
berarti contoh, acuan, ragam, atau macam. Sedangkan penelitian berarti pemeriksaan,
penyelidikan yang dilakukan dengan berbagai cara dengan tujuan mencari
kebenaran-kebenaran obyektif.
Kata
“metode” berasal dari bahasa Yunani methodos, yang berarti cara atau
jalan. Dalam bahasa Inggris, kata ini ditulis method, yang kemudian
diterjemahkan oleh bangsa Arab dengan kata thariqat dan manhaj.
Sedang dalam bahasa Indonesia sendiri memiliki arti: “cara yang teratur dan
terpikir baik-baik untuk mencapai maksud (dalam ilmu pengetahuan dan
sebagainya); cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu
kegiatan guna mencapai sesuatu yang ditentukan.”
Pentafsiran dilakukan selama beberapa periode, yaitu: periode pertama,
seperti: rasulullah saw, sahabat, tabi’in, danØ berakhir sekitar tahun 150 H. Bahwa tafsir mengandung unsur
penting untuk memahami kandungan isi teks Al-Qur’an. Rasulullah saw melakukan
tafsir untuk menjelaskan konteks setelah rasullulllah wafat. Khalifahurrasyidin
mengadakan ijtihad untuk menyelesaikan persoalan yang baru dari sebelumya.
periode kedua, yaitu: tafsir dengan peranan akal diporsi tertinggiØ sesuai dengan perkembangan sosial, sehingga muncullah beraneka
ragam corak-bentuk tafsir.
Dalam kajian kepustakaan dapat dijumpai berbagai hasil penelitian
para pakar Al-Qur’an terhadap produk tafsir yang dilakukan generasi terdahulu.
Masing – masing peneliti telah menegmbangkan model – model penelitian tafsir
tersebut lengkap dengan hasil – hasilnya. Berikut ini akan kita kemukakan
beberapa model penafsiran Al-Qur’an yang dilakukan para ulama tafsir, sebagai
berikut:
1.
Model Quraish Shihab
H. M. Quraish Shihab (lahir tahun 1944)—pakar dibidang tafsir dan
hadits se-Asia Tenggara, telah banyak melakukan penelitian terhadap berbagai
karya ulama terdahulu dibidang tafsir.
Ia, misalnya, telah meneliti tafsir karangan Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha
yang telah diterbitkan dalam bentuk buku oleh Pustaka Hidayah pada tahun 1994.[7]
Model
penelitian tafsir yang dikembangkan oleh H.M. Quraish Shihab lebih banyak
bersifat eksploratif, deskriptif, analitis,
dan perbandingan. Yaitu model penelitian yang berupaya menggali sejauh mungkin
produk tafsir yang dilakukan ulama-uLama tafsir terdahulu berdasarkan berbagai
literatur tafsir baik yang bersifat primer, yakni yang ditulis oleh ulama
tafsir yang bersangkutan, maupun uJama lainnya. Data-data yang dihasilkan dari
berbagai literatur tersebut kemudian dic:eskripsikan secara lengkap serta
dianalisis dengan menggunakan pendekatan kategorisasi clan perbandingan.[8]
2. Model Ahmad Al- Syarbashi (1968)
Al-Syarbasi
dalam melakukan penelitiannya tentang tafsir ia menggunakan metode deskriptif,
eksploratif, dan analisis sebagai yang dilakukan oleh quraish shihab. Hasil
penelitian itu mencakup tiga bidang. Pertama,
mengenai sejarah penafsiran al-qur’an yang dibagi dalam tafsir pada masa
sahabat nabi. Kedua, mengenai corak tafsir yaitu tafsir ilmiyah, tafsif sufi dan
tafsir politik. Ketiga, mengenai gerakan
pembaruan di bidang tafsir.[9]
Menurutnya
tafsir pada zaman Rasulullah Saw. pada awal masa pertumbuhan Islam disusun
penedek dan tampak ringkas karena penguasan bahasa Arab yang murni pada saat
itu cukup untuk memahami gaya dan susunan kalimat Al-Qur’an. Pada masa-masa
sesudah itu penguasaan bahasa Arab yang murni tadi mengalami kerusakan akibat
percampuran masyarakat Arab dengan bangsa-bangsa lain, yaitu ketilka pemeluk
Islam berkembang meluas ke berbagai negeri untuk memelihara kebutuhan
bahasanya, orang-orang Arab mulai meletakkan kaidah-kaidah bahasa Arab seperti
Ilmu Nahwu (gramatika) dan Balaghah (retorika). Disamping itu, mereka
juga menulis tafsir Al-Qur’an untuk dijadikan pedoman bagi kaum muslimin.
Dengan tafsir itu umat islam dapat memahami banyak hal yang samar dan sulit
untuk ditangkap maksudnya.[10]
Lebih
lanjut Al-Syarbashi mengatakan, tentu saja pertama-tama kita harus mengambil
tafsir dari Rasul Allah Saw. melalui riwayat-riwayat hadis yang tidak ada
keraguan atas kebenarannya. Ini sangat perlu ditekankan, karena banyak hadis maudlu
(palsu-buatan). Setelah kita pegang tafsir yang berasal dari Nabi, barulah
kita cari tafsir-tafsir dari para sahabat beliau.[11]
Selanjutnya
mengenai gerakan pembaharuan di bidang tafsir, Ahmad Al-Syarbashi mendasarkan
pada beberapa karya lama yang muncul awal Abad ke-20. langkah selanjutnya ia
menghimpun dan menambah penjelasan seperlunya dalam sebuah kitab tafsir yang
diberi nama tafsir Al-Manar yaitu kita tafsir yang mengandung pembaharuan dan
sesuai dengan perkembangan zaman.[12]
3.
Syaikh Muhammad Al-Ghazali
Syaikh
Muhammad Al-Ghazali dikenal sebagai tokoh pemikir Islam abad modern yang
produktif. Banyak hasil penelitian vang ia lakukan, termasuk dalam bidang
tafsir Alquran. Sebagaimana para peneliti tafsir lainnya, Mtrhamrnad AI-Ghazali
menempunyai cara penelitian tafsir yang bercorak eksploratif, dcskriptif, dan
analitis dengan berdasar pada rujukan kitab-kitab tafsir yang ditulis ulama
terdahulu.[13]
Salah
satu hasil penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Al-Ghazali adalah berjudul
berdialog dengan AI-Qur'an. Dalam buku tersebut dilaporkan rnacam-macam metode
memahami Al-Qur’an, ayat-ayat kauniyah dalam Alquran, bagaimana memahami
Alqur’an, peran ilmu-ilmu sosial dan kemanusiaan dalam memahami Alqur’an.
Tentang
macam-macam metode mernahami Alqur’an, AI-Ghazali membaginya ke dalam metode klasik
dan metode modern dalam memahami Al-Qur’an Menurutnya dalam berbagai kajian
tafsir, kita banyak menemukan metode memahami Al-Qur’an yang berawal dari ulama
generasi terdahulu.[14]
Selanjutnya, Muhammad Al-Ghazali mengemukakan adanya metode modern
dalam memahamiAlqurm. Metode modern ini tirnbul sebagai akibat dari adanya
kelemahan pada berbagai metode yang telah disebutkan di atas. Dalam hubungan
ini, Muhammad Al-Ghazali menginformasikan adanya pendekatan atsariyah atau
tafsir bi al-ma'tsur. Menurutnya, kajian inidapat kita lihat dalam kitab
tafsir Ibn Katsir, kitab tafsir yang populer. Metode ini pernah digunakan oleh
Ibn Jarir Al-Thabari. Tetapi menurut Muhammad Al-Ghazali metode ini perlu
mendapat kritik karena ayat-ayat dalam kajian tersebut banyak dikaitkan dengan
hadis-hadis dhaif, sehingga apa yang diharapkan dari sebuah tafsir Alquran
dengan pemikiran Qurani, tampaknya belum begitu terlihat. Sayyid Quthub dalam
sebuah karyanya, Fi Dzilal AIQur'an misalnya, dinilai oleh Muhammad
AI-Ghazali, hanya mengutip nash-nash saja dari tafsir Ibn Katsir,
sedangkan hadis-hadisnya tidak dikutip selengkap ia mengutip nash-nash
yang ada. Hal ini dimaksudkan agar beliau dapat menemukan pikiran-pikiran baru
yang orisinal.[15]
Selanjutnya,
Muhammad AI-Ghazali mengemukakan ada juga tafsir fang bercorak dialogis,
seperti yang pernah dilakukan oleh AI-Razi dalam tafsirnya Al-Tafsir al-Kabir.
Menurutnya, tafsir ini banyak menyajikan tema-tema menarik, namun sebagian
dari tema tafsir tersebut sudah keluar dari batasan tafsir itu sendiri, yang
menjadi acuan kebanyakan penafsir Alquran.
Berangkat
dari adanya berbagai kelemahan terkandung dalam metode penafsiran masa lalu,
terutama jika dikaitkan dengan keharusan mernberikan jawaban terhadap berbagai
masalah kontemporer dan modern, Muhammad AI-Ghazali sampai pada suatu saran
antara lain: "Kita inginkan saat ini adalah karya-karya keislaman yang
menambah tajamnya pandangan Islam dan tertolak dari pandangan Islam yang benar
dan berdiri di atas argumen yang memiliki hubungan dengan Alquran. Kita
hendaknya berpandangan bahwa hasil pikiran manusia adalah relatif dan
spekulatif, bisa benar bisa juga salah. Keduanya memiliki bobot yang sama dalam
sebuah kegiatan pemikiran. Di sisi lain, kita juga tidak menutup mata terhadap
adanva manfaat atau fungsi serta sumbangan pemikiran keagamaan lainnya, bila
itu semua menggunakan metode yang tepat. Itulah sebagian kesimpulan dan saran
yang diajukan Muhammad Al-Ghazali dari hasil penelitiannya.[16]
4.
Model Penelitian Lainnya
Selanjutnya,
dijumpai pula penelitian yang dilakukan para ulama terhadap aspek-aspek
tertentu dari Alquran. Di antaranya ada yang memfokuskan penelitiannya
terhadap kemu'jizatan Alquran, metode-metode, kaidah-kaidah dalam menafsirkan
Alquran, kunci-kunci untuk memahami Alquran, serta ada pula yang khusus
meneliti mengenai corak dan arah penafsiran Alquran yang khusus terjadi pada
abad keempat.
Penelitian
terhadap kemu'jizatan Alquran antara lain dilakukan oleh Muhamas Mutawali
Al-Sya'tawi dalam bukunya berjudul Mu’jizat AI-Quran.
Abd
AI-Hay Al-Farmawi termasuk ulama yang secara khusus meneliti dan mengembangkan
metode penafsiran Alquran secara maudlu'iy (tematik). Untuk ini ia
menulis buku berjudul Al-Bidayah fi al-Tafsir al-maudlu'iy. Masih juga
dalam penelitian bidang metodologi dilakukan oleh Muhammad Baqir Al-Shadr,
dalam bukunya berjudul al-.Nadrasab al-Quraniyah al-Tajsir al -Maudlu'iy dan
Tajsir al- Tajzi'i di dalam Alquran.
Selanjutnya,
Amin Abdullah dalam bukunya berjudul Studi Agama juga telah nelakukan penelitian
deskriptif secara sederhana terhadap perkembangan tafsir. Amin Abduliah
rnengatakan, jika dilihat secara garis besar perjalanan sejarah penulisan
tafsir pada abad pertengahan, agaknya tidak terlalu meleset jika dikatakan
bahwa dominasi penulisan tafsir Alquran secara leksiografis (lughawi) tampak
lebih menonjol. Tafsir karya Shihab AI-Din AI' Khaffaji (1659) memusatkan
perhatian pada analisis gramatika dan analisis sintaksis atas ayat-ayat
Alquran. Juga karya AI-Baydawi (1286), yang hingga sekarang masih dipergunakan
di pesantren-pesantren, memusatkan perhatian pada penafsiran Alquran corak
leksiografis seperti itu.
Tafsir
modern karya 'Aisyah Abd Rahman binti AI-Syati' al-Tafsir al-Bayan li Al-
Qur'an al-Karim yang oleh silabus jurusan Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin
LAIN Sunan Kalijaga halaman 151 disebut sebagai Tafsir A1-Asri, juga masih
punya kesan kuat corak leksiografis.
Amin
Abdullah lebih lanjut mengatakan, meskipun begitu, masih perlu digaris bawahi
bahwa karya tafsir mutakhir ini kaya dengan metode komparatif di dalam memahami
dan menafsirkan arti suatu kosakata Alquran. Binti AI-Syati' selalu melihat
ulang bagaimana penafsiran dan pemahaman para penafsir pendahulunya AI-Thabari,
Al-Naisaburi, AI-Razi, Al-Suyuthi, Al-Amakhsyari, Ibn Qayyim, M. Abduh
lain-lainnya, sebelum beliau mengemukakan pendapatnya sendiri di akhir suatu
bahasan.
Tanpa
harus mengecilkan jasa besar tafsir yang bercorak leksikografis, corak
penafsiran seperti itu dapat membawa kita kepada pemahaman Alquran yang kurang
utuh karena belum mencerminkan suatu kesatuan pemahaman yang utuh dan terpadu
dari ajaran Alquran yang fundamental. Karya tafsir yang menonjolkan I’jaz umpamanya,
akan membuat kita terpesona akan keindahan bahasa Alquran, tetapi belum dapat
menguak nikai-nilai spiritual dan sosio moral Alquran untuk kehidupan
sehari-hari manusia. Begitu juga penonjolan Asbab al-Nuzul bila terlepas
dari nilai-nilai fundamental universal yang ingin ditonjolkan sudah barang
tentu bermanfaat untuk mempelajari latar belakang sejarah turunnya ayat per
avat, tetapi juga mengandung minus keterkaitan dan keterpaduan antara ajaran
Alquran yang bersifat universal dan transendental bagi kehidupan manusia di
manapun mereka berada.
Dengan model ini, diantara mufassir ada yang memfokuskan
penelitiannya pada kemu’jizatan Al-Qur’an; metode-metode, dan kaidah-kaidah
dalam menafsirkan Al-Qur’an, serta ada pula yang khusus meneliti corak dan
penafsiran Al-Qur’an yang terjadi pada abad keempat Hijriyah.
Demikianlah, upaya ummat Islam untuk
mengamalkan kitab sucinya, Al-Qur’an telah menghasilkan berbagai macam metode
penafsiran. Kesemuanya tak lain dan tak bukan hanyalah untuk menegakkan kalimat
Allah semata. Kewajibanlah untuk terus belajar.[17]
BAB III
PENUTUP
A.
KESUMPULAN
Pentafsiran dilakukan selama beberapa periode, yaitu: periode pertama,
seperti: rasulullah saw, sahabat, tabi’in, danØ berakhir sekitar tahun 150 H. Bahwa tafsir mengandung unsur
penting untuk memahami kandungan isi teks Al-Qur’an. Rasulullah saw melakukan
tafsir untuk menjelaskan konteks setelah rasullulllah wafat. Khalifahurrasyidin
mengadakan ijtihad untuk menyelesaikan persoalan yang baru dari sebelumya.
periode kedua,yaitu: tafsir dengan peranan akal diporsi tertinggiØ sesuai dengan perkembangan sosial, sehingga muncullah beraneka
ragam corak-bentuk tafsir.
Model-model penelitian yang sering digunakan oleh para mufassirin
adalah; sebagai berikut:
1. Model Quraisy Syihab
Model penelitian tafsir yang dikembangkan oleh quraish shihab lebih
banyak bersifat ekploratif, derkriptif, analitis dan perbandinagn. Metode ini
berupaya menggali sejauh mungkin produk tafsir yang dilakukan ulama-ulama
tafsir terdahulu berdasarkan berbagai literatur tafsir, baik yang bersifat
primer yakni yang ditulis oleh ulama tafsir yang bersangkutan maupun yang
lainnya. Data-data yang dihasilkan dari berbagai literatur tersebut kemudian
dideskripsikan secara lengkap serta dianalisis dengan menggunakan pendekatan
kategorisasai dan perbandinagan. Sedangkan corak pentafsirannya, adalah:
bercorak sastra, filsafatdan teologi, pentafsiran ilmiah, fiqih atau hukum,
tasawwuf, dan bercorak sastra budaya masyarakatan.
2. Model Ahmad Al- Syarbashi (1968)
Al-Syarbasi dalam melakukan penelitiannya tentang tafsir ia
menggunakan metode deskriptif, eksploratif, dan analisis sebagai yang dilakukan
oleh quraish shihab. Hasil penelitian itu mencakup tiga bidang.
Pertama, mengenai
sejarah penafsiran al-qur’an yang dibagi dalam tafsir pada masa sahabat nabi.
Kedua, mengenai corak
tafsir yaitu tafsir ilmiyah, tafsif sufi dan tafsir politik.
Ketiga, mengenai gerakan pembaruan di bidang tafsir.
Ketiga, mengenai gerakan pembaruan di bidang tafsir.
3. Model Syaikh Muhammad Al-Ghazali
Corak tafsir imam al-ghazali bersifat eksploratif, deskriptif, dan
analitis dengan berdasar pada rujukan kitab-kitab tafsir yang ditulis oleh ulam
terdahulu. Kajian ini berkisar pada usaha-usaha menemukan nilai-nilai sastra,
fiqih, kalam, aspek-aspek sufistik-filosofisnya, pendidikan.
4.
Model Lain
Dengan model ini, diantara mufassir ada yang
memfokuskan penelitiannya pada kemu’jizatan Al-Qur’an; metode-metode, dan
kaidah-kaidah dalam menafsirkan Al-Qur’an, serta ada pula yang khusus meneliti
corak dan penafsiran Al-Qur’an yang terjadi pada abad keempat Hijriyah.
Demikianlah, upaya ummat Islam untuk
mengamalkan kitab sucinya, Al-Qur’an telah menghasilkan berbagai macam metode
penafsiran. Kesemuanya tak lain dan tak bukan hanyalah untuk menegakkan kalimat
Allah semata. Kewajibanlah untuk terus belajar.
B. ANALISIS
Tafsir
DAFTAR PUSTAKA
‘Ayun
Qurrota , “Motode Memahami Islam” diakses dari: http://elfalasy88.wordpress.com/2008/08/21/metodologi-memehami-islam/, pada
tanggal 20 Oktober 2010 pukul 19.34.
Departemen
Agama RI, Mukadimah Al-Qur’an dan Tafsirnya, Jakarta: Departemen Agama
RI, 2008.
Nata,
Abuddin, Prof, Dr, MA. Metodologi Studi Islam. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2004.
Zuhri,
Ahmad, Dr, MA, Lc. Berinteraksi dengan Al-Qur’an Versi Imam Al-Ghazali. Bandung:
Cipta Pustaka Media, 2007.
,“Model Penelitian Tafsir”, diakses dari: http://kumpulancontohmakalah.blogspot.com/2009/10/pengertian-tafsir-dan-fungsinya.htmlm.139-140,
pada tanggal 20 Oktober 2010 pukul 19.26.
Suparmanto,
“Model Penelitian Tafsir”, diakses dari: http://mamanitah.blogspot.com/2010/06/model-penelitian-tafsir.html,
pada tanggal 20 Oktober 2010 pukul 19.33
[1]
Ahmad Zuhri, Risalah Tafsir: Berinteraksi dengan Al-Qur’an Versi Imam
Al-Ghazali, (Bandung: Cipta Pustaka Media, 2007), Hal. v.
[2]
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 2004), hal. 211-212.
[3]
Departemen Agama RI, Mukadimah Al-Qur’an dan Tafsirnya, (Jakarta:
Departemen Agama RI, 2008),Cet.Pertama, Hal. 19
[4]
Ahmad Zuhri, Risalah Tafsir: Berinteraksi dengan Al-Qur’an Versi Imam
Al-Ghazali, Hal. 45
[5]
Departemen Agama RI, Mukadimah Al-Qur’an dan Tafsirnya, Hal. 96
[6]
Ibid, hal. 97.
[7]
Ibid, hal 214.
[8]--------,
“Model Penelitian Tafsir”, diakses
dari: http://kumpulancontohmakalah.blogspot.com/2009/10/pengertian-tafsir-dan-fungsinya.htmlm.139-140,
pada tanggal 20 Oktober 2010 pukul 19.26.
[9]
Suparmanto, “Model Penelitian Tafsir”, diakses dari: http://mamanitah.blogspot.com/2010/06/model-penelitian-tafsir.html,
pada tanggal 20 Oktober 2010 pukul 19.33
[10]
Ibid, Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, hal. 234.
[11]
Ibid, hal. 234.
[12]
Qurrota A’yun, “Motode Memahami Islam” diakses dari: http://elfalasy88.wordpress.com/2008/08/21/metodologi-memehami-islam/,
pada tanggal 20 Oktober 2010 pukul 19.34.
[13]
Ibid, Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, hal. 227.
[14]
Ibid, hal. 227.
[15]
Ibid, hal. 228.
[16]
Ibid, hal. 228-229.
[17]
Juminto dan Luqman Amiruddin Syarief, “Model Penafsiran Al-Qur’an”, diakses
dari: http://rumahlain-luqmanamirudin.blogspot.com/2008/08/model-penafsiran-al-quran.html,
pada tanggal 20 Oktober 19.37.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar