Minggu, 07 Oktober 2012

Model Teori Penelitian Agama Islam



Model teori penelitian agama islam
Model Penelitian Tafsir
Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas mata Kuliah Metodologi Studi Islam (MSI) pada jurusan Ahwal Syakhsiyah-B semester III
D
i
s
u
s
u
n
Oleh:
Rudi Sofyan / 210909171
Sofyan Dongoran / 210909172
Pembanding :
Wilda Lestari / 210909180
Dosen Pembimbing :
Fuji Rahmadi, MA
Faisal Hamdani, MA
JURUSAN AHWAL SYAKHSIYAH
FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
MEDAN
2010

KATA PENGANTAR

Kami mengucapkan puji dan syukur kepada Allah SWT.  Yang telah memberikan rahmat, taufik dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelasaikan makalah ini. Yang berjudul " Model Penelitian Tafsir”.
 Kami menyadari bahwa makalah ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, kepada para pembaca dan pakar dimohon kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Demikianlah, semoga bermanfaat.
                                                                              Medan,    November  2010



Penyusun












DAFTAR ISI

Kata Pengantar........................................................................................ 2
Daftar Isi................................................................................................. 3
BAB I...................................................................................................... 4
PENDAHULUAN................................................................................. 4
    A. Latar Belakang............................................................................... 4
    B. Rumusan Masalah........................................................................... 5
BAB II.................................................................................................... 6
PEMBAHASAN.................................................................................... 6
    A. Pengertian Tafsir............................................................................ 6
    B. Periodesasi Pertumbuhan dan Perkembangan Tafsir...................... 10
    C. Model – model Penelitian Tafsir.................................................... 12
BAB III................................................................................................... 17
PENUTUP.............................................................................................. 17
    A. Kesimpulan..................................................................................... 17
    B. Analisis........................................................................................... 17
Daftar Pustaka......................................................................................... 18




BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Mempelajari ilmu tafsir berarti mempelajari ilmu yang paling mulia karena korelasinya yang sangat erat dengan kitab yang paling mulia dan yang paling agung, yaitu Alquran, suatu kitab yang sengaja diturunkan oleh Allah swt. sebagai cahaya, penerang, dan rahmat bagi seluruh penduduk bumi. Karena itu, Allah menjaganya dari berbagai bentuk penyimpangan, perubahan dan pergantian, sebagaimana dinyatakan dalam Alquran, “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Alquran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (QS. Al-Hijr: 9).[1]
Dilihat dari segi usianya, penafsiran Al-Qur’an termasuk yang paling tua dibandingkan dengan kegiatan ilmiah lainnya dalam islam. Pada saat Al-Qur’an diturunkan lima belas abad yang lalu, Rasulullah SAW. Yang berfungsi sebagai mubayyin (pemberi penjelasan). Telah menjelaskan arti dan kandungan Al-Qur’an kepada sahabat-sahabatnya, khususnya menyangkut ayat-ayat yang tidak dipahami atau sama artinya. Keadaaan ini berlangsung sampai dengan wafatnya Rasulullah, sebagai akibat dari tidak samapainya riwayat-riwayat tentangnya atau karena memang Rasulullah SAW sendiri tidak menjelaskan kandungan Al-Qur’an.[2]

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Pengertian Tafsir
2.      Periodesasi Pertumbuhan dan Perkembangan Tafsir
3.      Model-model Penelitian Tafsir



BAB II
PEMBAHASAN
A.    PENGRTIAN TAFSIR DAN FUNGSINYA
Dalam kamus bahasa Indonesia, tafsir berarti penjelasan terhadap suatu kalimat (eksplanasi dan klasifikasi) yang juga mengandung penertian penyingkapan, penunjukan dan keterangan dari maksud satu ucapan satu kalimat.[3]
Banyak ulama yang mendefenisikan tafsir menurut  istilah, diantaranya yaitu:
1)      Menjeasakan kalam Allah, dengan kata lain berfungsi sebagai penjelas bagi lafaz-lafaz Qur’an dan maksud-maksudnya.
2)      Mengungakpakan makna-makna Al-Qur’an dan menjelaskan maksudnya.

Menurut Imam Ghazali, ilmu tafsir merupakan bagian pokok ilmu-ilmu syariah, sebab ia sangat behubungan erat dengan Al-Qur’an yang merupakan sumber pertama dari beberapa sumber hukum Islam.[4]
Kata tafsir merupakan kata serapan dari bahasa Arab tafsir, yang secara bahasa diartikan sebagai pengungakapan sesuatu (agar dimengerti maksudnya), penejelasan dan keterangannya. Dalam Al-Qur’an, kata ini hanya disebut satu kali, yaitu sebagai berikut:[5]
wr7Rqƒ@J w 7»Y¥ ,9 `r  ÇÌÌÈ
Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil, melainkan kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya (QS. Al-Furqan:33).
Maksudnya: setiap kali mereka datang kepada nabi Muhammad s.a.w membawa suatu hal yang aneh berupa usul dan kecaman, Allah menolaknya dengan suatu yang benar dan nyata.
Adapula yang mengatakan bahwa tafsir berasal dari kata tafsirah, yang artinya alat yang dipergunakan dokter untuk mengetahui penyakit pasiennya. Pendapat yang sedemikian ini didasarkan pada adanya kessamaan fungsi dari keduanya. Kalau tafsirah merupakan alat untuk mengetahui penyakit yang diderita pasien, maka tafsir adalah sarana untuk mengetahui makna sesuatu, khususnya makna Al-Qur’an.[6]
Dalam kaitan studi tafsir, dapat diperjelas dengan pengertian: suatu cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai pemahaman yang benar tentang apa yang dimaksudkan Allah di dalam ayat-ayat Al-Qur’an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Sehingga pengertian dari metodologi tafsir adalah pembahasan ilmiah tentang metode-metode penafsiran Al-Qur’an.

B.     PERIODESASI PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN TAFSIR
Menurut hasil penelitian Quraish Shihab, jika tafsir dilihat dari segi penulisannya (kodifikasi), perkembangan tafsir dapat dibagi ke dalam tiga periode.
Periode pertama, yaitu masa Rasulullah, sahabat dan permulaan tabi'in, dimana tafsir belum tertulis dan secara umum periwayatan ketika itu tersebar secar lisan. Periode kedua, bermula dengan kodifikasi hadis secara resmi pada masa pemerintahan 'Umar bin Abdul 'Azis (99-101 I-1.) dimana tafsir ketika itu, ditulis bergabung dengan penulisan hadis, dan dihimpun dalam satu bab seperti bab-bab hadist walaupun tentunya penafsiranya nf;climlisitu umumny adalah'I'afsirbial-Ma'tsur. Periode ketiga, dimulai dengan penyusunan kitab-kitab tafsir secara khusus dan berdiri sendiri. Periodesasi tersebut masih dapat ditambahkan lagi dengan periode keempat, yaitu periode munculnya para peneliti tafsir yang membukukan hasil penelitiannya itu, sehingga dapat membantu masyarakat mengenal
karya-karya tafsir yang  ditulis oleh ulama pada periode sebelumnya dengan mudah.
Berdasarkan hasil penelitiannya. Quraish Shihab mengatakan bahwa corak-corak penafsiran yang dikenal selama ini antara lain:
  (a) Corak Sastra Babasa, yang timbul akibat kelemahan-kelemahan orang Arab sendiri di bidang sastra, sehingga dirasakan kebutuhan untuk menjelaskan kepada mereka tentang keistimewaan dan kedalaman arti kandungan Alquran di bdang ini.
  (b) Corak Filsafat dan Teologi, akibat penerjemahan kitab filsafat yang mempengaruhi beberapa pihak, serta akibat masuknya penganut agama-agama lain ke dalam Islam yang dengan sadar atau tidak masih meyakini beberapa hal dari kepercayaan lama mereka.  Kesemuanya menim­bulkan pendapat setuju atau tidak setuju yang tercermin dalam penafsiran mereka.
(c)  Corak Penafsiran Ilmiah, akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan usaha penafsir. Untuk memahami ayat-ayat Alquran sejalan dengan pakembangan ilmu.
(d)   Corak Fiqih atau Hukum, akibat berkernbangnya ilmu fiqih, dan terbentuknya mazhab-mazhab fiqih, yang setiap golongan . berusaha membuktikan kebenaran pendapatnya berdasarkan penafsiran-pe­nafsiran mereka terhadap ayat-ayat hukum.
(e) Corak Tasawuf, akibat tim­bulnya gerakan-gerakan sufi sebagai reaksi terhadap kecenderungan berba­gai pihak terhadap matode atau sebagai kompetensi terhadap kelemahan yang dirasakan.
(f)   Bermula pada masa Syaikh Muhammad 'Abduh (1849­1905 M), corak-corak: tersebut mulai berkembang dan perhatian lebih banyak tertuju kepaaa corak sastra budaya kemasyarakatan. Yakni satu corak tafsir yang menjelaskan petunjuk-petunjuk ayat-ayat Alquran yang berkaitan langsung dengan kehidupan masyarakat, serta usaha-usaha untuk menang­gulangi penyakit-penyakit atau masalah-masalah mereka berdasarkan petunjuk ayat-ayat, dengan mengemukakan petunjuk-petunjuk tersebut dalam bahasa yang mudah dimengerti tapi indah didengar.
C.     MODEL – MODEL PENELITIAN TAFSIR
 “Model” berarti contoh, acuan, ragam, atau macam. Sedangkan penelitian berarti pemeriksaan, penyelidikan yang dilakukan dengan berbagai cara dengan tujuan mencari kebenaran-kebenaran obyektif.
Kata “metode” berasal dari bahasa Yunani methodos, yang berarti cara atau jalan. Dalam bahasa Inggris, kata ini ditulis method, yang kemudian diterjemahkan oleh bangsa Arab dengan kata thariqat dan manhaj. Sedang dalam bahasa Indonesia sendiri memiliki arti: “cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai maksud (dalam ilmu pengetahuan dan sebagainya); cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai sesuatu yang ditentukan.

Pentafsiran dilakukan selama beberapa periode, yaitu: periode pertama, seperti: rasulullah saw, sahabat, tabi’in, danØ berakhir sekitar tahun 150 H. Bahwa tafsir mengandung unsur penting untuk memahami kandungan isi teks Al-Qur’an. Rasulullah saw melakukan tafsir untuk menjelaskan konteks setelah rasullulllah wafat. Khalifahurrasyidin mengadakan ijtihad untuk menyelesaikan persoalan yang baru dari sebelumya. periode kedua, yaitu: tafsir dengan peranan akal diporsi tertinggiØ sesuai dengan perkembangan sosial, sehingga muncullah beraneka ragam corak-bentuk tafsir.
Dalam kajian kepustakaan dapat dijumpai berbagai hasil penelitian para pakar Al-Qur’an terhadap produk tafsir yang dilakukan generasi terdahulu. Masing – masing peneliti telah menegmbangkan model – model penelitian tafsir tersebut lengkap dengan hasil – hasilnya. Berikut ini akan kita kemukakan beberapa model penafsiran Al-Qur’an yang dilakukan para ulama tafsir, sebagai berikut:
1.      Model Quraish Shihab
H. M. Quraish Shihab (lahir tahun 1944)—pakar dibidang tafsir dan hadits se-Asia Tenggara, telah banyak melakukan penelitian terhadap berbagai karya ulama  terdahulu dibidang tafsir. Ia, misalnya, telah meneliti tafsir karangan Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha yang telah diterbitkan dalam bentuk buku oleh Pustaka Hidayah pada tahun 1994.[7]
Model penelitian tafsir yang dikembangkan oleh H.M. Quraish Shihab lebih banyak bersifat  eksploratif, deskriptif, analitis, dan perbandingan. Yaitu model penelitian yang berupaya menggali sejauh mungkin produk tafsir yang dila­kukan ulama-uLama tafsir terdahulu berdasarkan berbagai literatur tafsir baik yang bersifat primer, yakni yang ditulis oleh ulama tafsir yang bersangkutan, maupun uJama lainnya. Data-data yang dihasilkan dari berbagai literatur tersebut kemudian dic:eskripsikan secara lengkap serta dianalisis dengan menggunakan pendekatan kategorisasi clan perbandingan.[8]
2. Model Ahmad Al- Syarbashi (1968)
Al-Syarbasi dalam melakukan penelitiannya tentang tafsir ia menggunakan metode deskriptif, eksploratif, dan analisis sebagai yang dilakukan oleh quraish shihab. Hasil penelitian itu mencakup tiga bidang. Pertama, mengenai sejarah penafsiran al-qur’an yang dibagi dalam tafsir pada masa sahabat nabi.  Kedua, mengenai corak tafsir yaitu tafsir ilmiyah, tafsif sufi dan tafsir politik.  Ketiga,  mengenai gerakan pembaruan di bidang tafsir.[9]
Menurutnya tafsir pada zaman Rasulullah Saw. pada awal masa pertumbuhan Islam disusun penedek dan tampak ringkas karena penguasan bahasa Arab yang murni pada saat itu cukup untuk memahami gaya dan susunan kalimat Al-Qur’an. Pada masa-masa sesudah itu penguasaan bahasa Arab yang murni tadi mengalami kerusakan akibat percampuran masyarakat Arab dengan bangsa-bangsa lain, yaitu ketilka pemeluk Islam berkembang meluas ke berbagai negeri untuk memelihara kebutuhan bahasanya, orang-orang Arab mulai meletakkan kaidah-kaidah bahasa Arab seperti Ilmu Nahwu (gramatika) dan Balaghah (retorika). Disamping itu, mereka juga menulis tafsir Al-Qur’an untuk dijadikan pedoman bagi kaum muslimin. Dengan tafsir itu umat islam dapat memahami banyak hal yang samar dan sulit untuk ditangkap maksudnya.[10]
Lebih lanjut Al-Syarbashi mengatakan, tentu saja pertama-tama kita harus mengambil tafsir dari Rasul Allah Saw. melalui riwayat-riwayat hadis yang tidak ada keraguan atas kebenarannya. Ini sangat perlu ditekankan, karena banyak hadis maudlu (palsu-buatan). Setelah kita pegang tafsir yang berasal dari Nabi, barulah kita cari tafsir-tafsir dari para sahabat beliau.[11]
Selanjutnya mengenai gerakan pembaharuan di bidang tafsir, Ahmad Al-Syarbashi mendasarkan pada beberapa karya lama yang muncul awal Abad ke-20. langkah selanjutnya ia menghimpun dan menambah penjelasan seperlunya dalam sebuah kitab tafsir yang diberi nama tafsir Al-Manar yaitu kita tafsir yang mengandung pembaharuan dan sesuai dengan perkembangan zaman.[12]
3.      Syaikh Muhammad Al-Ghazali
Syaikh Muhammad Al-Ghazali dikenal sebagai tokoh pemikir Islam abad modern yang produktif. Banyak hasil penelitian vang ia lakukan, termasuk dalam bidang tafsir Alquran. Sebagaimana para peneliti tafsir lainnya, Mtrhamrnad AI-Ghazali menempunyai cara penelitian tafsir yang bercorak eksploratif, dcskriptif, dan analitis dengan berdasar pada rujukan kitab-kitab tafsir yang ditulis ulama terdahulu.[13]
Salah satu hasil penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Al-Ghazali adalah berjudul berdialog dengan AI-Qur'an. Dalam buku tersebut dilapor­kan rnacam-macam metode memahami Al-Qur’an, ayat-ayat kauniyah dalam Alquran, bagaimana memahami Alqur’an, peran ilmu-ilmu sosial dan kemanusiaan dalam memahami Alqur’an.
Tentang macam-macam metode mernahami Alqur’an, AI-Ghazali membaginya ke dalam metode klasik dan metode modern dalam memahami Al-Qur’an Menurutnya dalam berbagai kajian tafsir, kita banyak menemukan metode memahami Al-Qur’an yang berawal dari ulama generasi terdahulu.[14]
Selanjutnya, Muhammad Al-Ghazali mengemukakan adanya metode modern dalam memahamiAlqurm. Metode modern ini tirnbul sebagai akibat dari adanya kelemahan pada berbagai metode yang telah disebutkan di atas. Dalam hubungan ini, Muhammad Al-Ghazali menginformasikan adanya pendekatan atsariyah atau tafsir bi al-ma'tsur. Menurutnya, kajian inidapat kita lihat dalam kitab tafsir Ibn Katsir, kitab tafsir yang populer. Metode ini pernah digunakan oleh Ibn Jarir Al-Thabari. Tetapi menurut Muhammad Al­-Ghazali metode ini perlu mendapat kritik karena ayat-ayat dalam kajian tersebut banyak dikaitkan dengan hadis-hadis dhaif, sehingga apa yang diharapkan dari sebuah tafsir Alquran dengan pemikiran Qurani, tampaknya belum begitu terlihat. Sayyid Quthub dalam sebuah karyanya, Fi Dzilal AI­Qur'an misalnya, dinilai oleh Muhammad AI-Ghazali, hanya mengutip nash­-nash saja dari tafsir Ibn Katsir, sedangkan hadis-hadisnya tidak dikutip se­lengkap ia mengutip nash-nash yang ada. Hal ini dimaksudkan agar beliau dapat menemukan pikiran-pikiran baru yang orisinal.[15]
Selanjutnya, Muhammad AI-Ghazali mengemukakan ada juga tafsir fang bercorak dialogis, seperti yang pernah dilakukan oleh AI-Razi dalam tafsirnya Al-Tafsir al-Kabir. Menurutnya, tafsir ini banyak menyajikan tema­-tema menarik, namun sebagian dari tema tafsir tersebut sudah keluar dari batasan tafsir itu sendiri, yang menjadi acuan kebanyakan penafsir Alquran.
Berangkat dari adanya berbagai kelemahan terkandung dalam metode penafsiran masa lalu, terutama jika dikaitkan dengan keharusan mernberikan jawaban terhadap berbagai masalah kontemporer dan modern, Muhammad AI-Ghazali sampai pada suatu saran antara lain: "Kita inginkan saat ini adalah karya-karya keislaman yang menambah tajamnya pandangan Islam dan tertolak dari pandangan Islam yang benar dan berdiri di atas argumen yang memiliki hubungan dengan Alquran. Kita hendaknya ber­pandangan bahwa hasil pikiran manusia adalah relatif dan spekulatif, bisa benar bisa juga salah. Keduanya memiliki bobot yang sama dalam sebuah kegiatan pemikiran. Di sisi lain, kita juga tidak menutup mata terhadap adanva manfaat atau fungsi serta sumbangan pemikiran keagamaan lainnya, bila itu semua menggunakan metode yang tepat. Itulah sebagian kesimpulan dan saran yang diajukan Muhammad Al-Ghazali dari hasil penelitiannya.[16]
4.      Model Penelitian Lainnya
Selanjutnya, dijumpai pula penelitian yang dilakukan para ulama ter­hadap aspek-aspek tertentu dari Alquran. Di antaranya ada yang memfo­kuskan penelitiannya terhadap kemu'jizatan Alquran, metode-metode, kaidah-kaidah dalam menafsirkan Alquran, kunci-kunci untuk memahami Alquran, serta ada pula yang khusus meneliti mengenai corak dan arah penafsiran Alquran yang khusus terjadi pada abad keempat.
Penelitian terhadap kemu'jizatan Alquran antara lain dilakukan oleh Muhamas Mutawali Al-Sya'tawi dalam bukunya berjudul Mu’jizat AI-Quran.
Abd AI-Hay Al-Farmawi termasuk ulama yang secara khusus meneliti dan me­ngembangkan metode penafsiran Alquran secara maudlu'iy (tematik). Untuk ini ia menulis buku berjudul Al-Bidayah fi al-Tafsir al-maudlu'iy. Masih juga dalam penelitian bidang metodologi dilakukan oleh Muhammad Baqir Al-Shadr, dalam bukunya berjudul al-.Nadrasab al-Quraniyah al-Tajsir al -Maudlu'iy dan Tajsir al- Tajzi'i di dalam Alquran.
Selanjutnya, Amin Abdullah dalam bukunya berjudul Studi Agama juga telah nelakukan penelitian deskriptif secara sederhana terhadap perkem­bangan tafsir. Amin Abduliah rnengatakan, jika dilihat secara garis besar perjalanan sejarah penulisan tafsir pada abad pertengahan, agaknya tidak terlalu meleset jika dikatakan bahwa dominasi penulisan tafsir Alquran secara leksiografis (lughawi) tampak lebih menonjol. Tafsir karya Shihab AI-Din AI­' Khaffaji (1659) memusatkan perhatian pada analisis gramatika dan analisis sintaksis atas ayat-ayat Alquran. Juga karya AI-Baydawi (1286), yang hingga sekarang masih dipergunakan di pesantren-pesantren, memusatkan perhatian pada penafsiran Alquran corak leksiografis seperti itu.
Tafsir modern karya 'Aisyah Abd Rahman binti AI-Syati' al-Tafsir al-Bayan li Al- Qur'an al-Karim yang oleh silabus jurusan Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin LAIN Sunan Kalijaga halaman 151 disebut sebagai Tafsir A1-Asri, juga masih punya kesan kuat corak leksiografis.
Amin Abdullah lebih lanjut mengatakan, meskipun begitu, masih perlu digaris bawahi bahwa karya tafsir mutakhir ini kaya dengan metode kompa­ratif di dalam memahami dan menafsirkan arti suatu kosakata Alquran. Binti AI-Syati' selalu melihat ulang bagaimana penafsiran dan pemahaman para penafsir pendahulunya AI-Thabari, Al-Naisaburi, AI-Razi, Al-Suyuthi, Al­-Amakhsyari, Ibn Qayyim, M. Abduh lain-lainnya, sebelum beliau menge­mukakan pendapatnya sendiri di akhir suatu bahasan.
Tanpa harus mengecilkan jasa besar tafsir yang bercorak leksikografis, corak penafsiran seperti itu dapat membawa kita kepada pemahaman Alquran yang kurang utuh karena belum mencerminkan suatu kesatuan pemahaman yang utuh dan terpadu dari ajaran Alquran yang fundamental. Karya tafsir yang menonjolkan I’jaz umpamanya, akan membuat kita terpesona akan keindahan bahasa Alquran, tetapi belum dapat menguak nikai-nilai spiritual dan sosio moral Alquran untuk kehidupan sehari-hari manusia. Begitu juga penonjolan Asbab al-Nuzul bila terlepas dari nilai-nilai fundamental universal yang ingin ditonjolkan sudah barang tentu berman­faat untuk mempelajari latar belakang sejarah turunnya ayat per avat, tetapi juga mengandung minus keterkaitan dan keterpaduan antara ajaran Alquran yang bersifat universal dan transendental bagi kehidupan manusia di manapun mereka berada.
Dengan model ini, diantara mufassir ada yang memfokuskan penelitiannya pada kemu’jizatan Al-Qur’an; metode-metode, dan kaidah-kaidah dalam menafsirkan Al-Qur’an, serta ada pula yang khusus meneliti corak dan penafsiran Al-Qur’an yang terjadi pada abad keempat Hijriyah.
Demikianlah, upaya ummat Islam untuk mengamalkan kitab sucinya, Al-Qur’an telah menghasilkan berbagai macam metode penafsiran. Kesemuanya tak lain dan tak bukan hanyalah untuk menegakkan kalimat Allah semata. Kewajibanlah untuk terus belajar.[17]

















BAB III
PENUTUP
A.    KESUMPULAN
Pentafsiran dilakukan selama beberapa periode, yaitu: periode pertama, seperti: rasulullah saw, sahabat, tabi’in, danØ berakhir sekitar tahun 150 H. Bahwa tafsir mengandung unsur penting untuk memahami kandungan isi teks Al-Qur’an. Rasulullah saw melakukan tafsir untuk menjelaskan konteks setelah rasullulllah wafat. Khalifahurrasyidin mengadakan ijtihad untuk menyelesaikan persoalan yang baru dari sebelumya. periode kedua,yaitu: tafsir dengan peranan akal diporsi tertinggiØ sesuai dengan perkembangan sosial, sehingga muncullah beraneka ragam corak-bentuk tafsir.
Model-model penelitian yang sering digunakan oleh para mufassirin adalah; sebagai berikut:

1. Model Quraisy Syihab
Model penelitian tafsir yang dikembangkan oleh quraish shihab lebih banyak bersifat ekploratif, derkriptif, analitis dan perbandinagn. Metode ini berupaya menggali sejauh mungkin produk tafsir yang dilakukan ulama-ulama tafsir terdahulu berdasarkan berbagai literatur tafsir, baik yang bersifat primer yakni yang ditulis oleh ulama tafsir yang bersangkutan maupun yang lainnya. Data-data yang dihasilkan dari berbagai literatur tersebut kemudian dideskripsikan secara lengkap serta dianalisis dengan menggunakan pendekatan kategorisasai dan perbandinagan. Sedangkan corak pentafsirannya, adalah: bercorak sastra, filsafatdan teologi, pentafsiran ilmiah, fiqih atau hukum, tasawwuf, dan bercorak sastra budaya masyarakatan.

2. Model Ahmad Al- Syarbashi (1968)
Al-Syarbasi dalam melakukan penelitiannya tentang tafsir ia menggunakan metode deskriptif, eksploratif, dan analisis sebagai yang dilakukan oleh quraish shihab. Hasil penelitian itu mencakup tiga bidang.
Pertama, mengenai sejarah penafsiran al-qur’an yang dibagi dalam tafsir pada masa sahabat nabi.
Kedua, mengenai corak tafsir yaitu tafsir ilmiyah, tafsif sufi dan tafsir politik.
Ketiga, mengenai gerakan pembaruan di bidang tafsir.

3. Model Syaikh Muhammad Al-Ghazali
Corak tafsir imam al-ghazali bersifat eksploratif, deskriptif, dan analitis dengan berdasar pada rujukan kitab-kitab tafsir yang ditulis oleh ulam terdahulu. Kajian ini berkisar pada usaha-usaha menemukan nilai-nilai sastra, fiqih, kalam, aspek-aspek sufistik-filosofisnya, pendidikan.
4.   Model Lain
Dengan model ini, diantara mufassir ada yang memfokuskan penelitiannya pada kemu’jizatan Al-Qur’an; metode-metode, dan kaidah-kaidah dalam menafsirkan Al-Qur’an, serta ada pula yang khusus meneliti corak dan penafsiran Al-Qur’an yang terjadi pada abad keempat Hijriyah.
Demikianlah, upaya ummat Islam untuk mengamalkan kitab sucinya, Al-Qur’an telah menghasilkan berbagai macam metode penafsiran. Kesemuanya tak lain dan tak bukan hanyalah untuk menegakkan kalimat Allah semata. Kewajibanlah untuk terus belajar.
B.     ANALISIS
Tafsir








DAFTAR PUSTAKA
‘Ayun Qurrota , “Motode Memahami Islam” diakses dari: http://elfalasy88.wordpress.com/2008/08/21/metodologi-memehami-islam/, pada tanggal 20 Oktober 2010 pukul 19.34.
Departemen Agama RI, Mukadimah Al-Qur’an dan Tafsirnya, Jakarta: Departemen Agama RI, 2008.
Nata, Abuddin, Prof, Dr, MA. Metodologi Studi Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004.
Zuhri, Ahmad, Dr, MA, Lc. Berinteraksi dengan Al-Qur’an Versi Imam Al-Ghazali. Bandung: Cipta Pustaka Media, 2007.

             ,“Model Penelitian Tafsir”, diakses dari: http://kumpulancontohmakalah.blogspot.com/2009/10/pengertian-tafsir-dan-fungsinya.htmlm.139-140, pada tanggal 20 Oktober 2010 pukul 19.26.


Suparmanto, “Model Penelitian Tafsir”, diakses dari: http://mamanitah.blogspot.com/2010/06/model-penelitian-tafsir.html, pada tanggal 20 Oktober 2010 pukul 19.33




[1] Ahmad Zuhri, Risalah Tafsir: Berinteraksi dengan Al-Qur’an Versi Imam Al-Ghazali, (Bandung: Cipta Pustaka Media, 2007), Hal. v.
[2] Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), hal. 211-212.
[3] Departemen Agama RI, Mukadimah Al-Qur’an dan Tafsirnya, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2008),Cet.Pertama, Hal. 19
[4] Ahmad Zuhri, Risalah Tafsir: Berinteraksi dengan Al-Qur’an Versi Imam Al-Ghazali, Hal. 45
[5] Departemen Agama RI, Mukadimah Al-Qur’an dan Tafsirnya, Hal. 96

[6] Ibid, hal. 97.
[7] Ibid, hal 214.
[8]--------, “Model Penelitian Tafsir”, diakses dari: http://kumpulancontohmakalah.blogspot.com/2009/10/pengertian-tafsir-dan-fungsinya.htmlm.139-140, pada tanggal 20 Oktober 2010 pukul 19.26.
[9] Suparmanto, “Model Penelitian Tafsir”, diakses dari: http://mamanitah.blogspot.com/2010/06/model-penelitian-tafsir.html, pada tanggal 20 Oktober 2010 pukul 19.33
[10] Ibid, Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, hal. 234.
[11] Ibid, hal. 234.
[12] Qurrota A’yun, “Motode Memahami Islam” diakses dari: http://elfalasy88.wordpress.com/2008/08/21/metodologi-memehami-islam/, pada tanggal 20 Oktober 2010 pukul 19.34.
[13] Ibid, Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, hal. 227.
[14] Ibid, hal. 227.
[15] Ibid, hal. 228.
[16] Ibid, hal. 228-229.
[17] Juminto dan Luqman Amiruddin Syarief, “Model Penafsiran Al-Qur’an”, diakses dari: http://rumahlain-luqmanamirudin.blogspot.com/2008/08/model-penafsiran-al-quran.html, pada tanggal 20 Oktober 19.37.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar